Puji dan syukur, akhirnya buku ini dapat diterbitkan. Tentunya dengan semangat dan kerja yang lama dan keras, bahkan melibatkan dan mengorbankan banyak hal, juga bantuan dari beberapa orang dan lembaga yang (mudah-mudahan tidak merasa) direpotkan.
Hasil studi yang saya tuangkan dalam buku ini merupakan bagian dari proyek besar saya untuk mendokumentasikan gerakan rakyat melawan globalisasi neoliberalisme. Sejak ada gejala perlawanan baru yang berhasil di sebuah kawasan, tepatnya Amerika Latin, saya kembali berusaha melanjutkan usaha saya untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa kapitalisme bukanlah ‘akhir sejarah’ sebagaimana dipropagandakan dengan manisnya oleh akademisi Washington, Francis Fukuyama.
Yang saya lanjutkan adalah studi yang dapat dikatakan terlunta-lunta dalam posisi saya (waktu itu) sebagai mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional (di sebuah kampus yang tidak dapat dikatakan besar, modern, dan kondusif bagi pengembangan naluri ilmiah-akademik) FISIP Universitas Jember. Mungkin juga karena basis individu saya yang agak ‘gaptek’ (gagap teknologi), sehingga kemampuan mencari informasi dan data melalui internet justru berlaku saat saya terpaksa (harus) menyelesaikan tugas akhir (skripsi) yang telah tertunda selama setahun. Studi anti-globalisasi justru dipicu oleh posisi saya sebagai “aktivis”—begitu orang-orang menyebutnya.
Pada saat mengerjakan skripsi yang kelar pada awal tahun 2004, sesungguhnya saya masih buta tentang apa yang terjadi di Amerika Latin, setelah Hugo Chavez menang pemilu 1998. Bahkan nama “Hugo Chavez” sama sekali tidak ditemukan dalam skripsi saya, pada hal—seperti pikiran, ucapan, dan tindakan Hugo Chavez—skripsi saya juga banyak mengutuk globalisasi neoliberal dan sedikit umpatan emosional terhadap Amerika Serikat (AS). Mungkin karena nama Hugo Chavez memang belum banyak dimuat di media—pada hal ia melakukan kebijakan nasionalisasi (anti-neoliberal) pada tahun 2001 saat pembuatan UU Hidrokarbon meresahkan pemodal asing yang sebelumnya menikmati banyak keuntungan dari minyak Venezuela.
Dan karena kondisi itu, saya merasa terlambat mengetahui hal-hal yang terjadi di dunia, khususnya Amerika Latin. Setelah dipercaya oleh kawan-kawan untuk duduk di kpengurusan pusat sebuah organisasi anti-globalisasi neoliberal di Jakarta, saya lebih minder lagi atas keterlambatan informasi itu. Ternyata beberapa kawan bahkan pernah beberapa kali pergi ke Venezuela. Dan informasi tentang perkembangan sosial-politik yang terjadi memang menarik, menghenyak karena data-data itu sebenarnya bukti-bukti riil yang mendukung proyek menyerang tesis “akhir sejarah” Fukuyama yang pernah saya lakukan saat saya menulis skripsi sebagai tugas akhir dulu.
Itulah yang kemudian mendorong saya untuk mencari-cari informasi dan ‘berita baik’ tentang tanda-tanda keruntuhan kapitalisme/neoliberalisme, sekaligus menyokong kepercayaan dan analisis bahwa sosialisme sebagai jalan alternatif politik masih viable di era modern—dan memang oleh pencetusnya, sosialisme lebih cocok dalam fase masyarakat yang mencapai basis produksi modern, matang, dan dewasa, tidak feodal, barbar, dan tradisional.
Tetapi, mungkin yang saya lakukan (dan yang jarang dilakukan kawan-kawan saya lainnya) adalah (kemampuan yang kuat untuk) mendokumentasikan data-data itu. Hingga saya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan (meskipun bukan tindakan illegal), banyak melakukan kegiatan menterjemahkan gagasan dan informasi tentang Amerika Latin (meskipun terbatas pada negara-negara yang memenangkan gerakan Kiri, khususnya Hugo Chavez). Seakan saya menjadi mahasiswa yang harus kembali menulis skripsi.
Kemenangan Evo Morales di Bolivia menambah semangat saya, lalu belakangan juga Daniel Ortega—dan berita tentang upaya penyatuan alternatif negara-negara yang anti-neoliberalisme dalam ALBA sebagaimana digagas Hugo Chavez, Morales, Fidel Castro, membuat info yang saya geluti semakin semarak dan (tentunya) mengasyikkan.
Apa yang saya lakukan ternyata membawa manfaat. Data-data dan informasi, juga gagasan-gagasan yang saya akhirnya berguna. Beberapa kawan baik di organisasi dan beberapa mahasiswa Hubungan Internasional menghubungi saya untuk menggunakan data-data itu untuk menulis tugas mata kuliah dan skripsi. Saya tidak mendukung propaganda “hak kepemilikan intelektual” (intellectual property right) yang dicanangkan para pemodal besar: Hasil terjemahan yang saya lakukan dan informasi-infomasi itupun dipakai. Di antara mereka ada yang memberikan “sejumlah” materi untuk biaya terjemahan, dan hal itu justru kian menambah amunisi bagi saya untuk mencari info yang lebih banyak—waktu yang saya habiskan untuk searching data-data via internet (yang tentu saja dikomersialkan oleh pengusahanya) semakin banyak. Dan dengan internet pula, gerakan anti-globalisasi—melalui penggalian data, korespondensi (via e-mail), dan memasang gagasan saya di media (dalam bentuk esai, opini, artikel, resensi buku—semakin mungkin.[1]
Pengakuan tersebut juga sekaligus ingin saya hubungkan dengan fakta bahwa internet masih menjadi satu-satunya teknologi yang paling membantu dalam mengumpulkan informasi yang saya geluti selama ini. Buku-buku tentang Amerika Latin masih jarang, apalagi tentang negara-negaranya yang menempuh jalur anti-kapitalisme dan menerapkan kebijakan kerakyatan (sosialisme) masih sangatlah jarang. Literatur-literatur di Ilmu Hubungan Internasional atau jurusan-jurusan yang ada keterkaitannya dengan sosial, politik, dan pemerintahan juga kekurangan informasi. Seorang kawan yang menjadi dosen/pengajar di Ilmu Hubungan Internasional sebuah universitas negeri yang terkenal di Jakarta bahkan mengakui dan mengatakan pada saya bahwa kajian Amerika Latin sepertinya diasingkan, dengan cara membatasi literatur-literaturnya (baik sengaja ataupun tidak)—hingga ia sempat tidak tertarik untuk mendalami kajian tentang kawasan itu.
Inilah yang membuat saya agak “bangga” (narsis?) setelah buku pertama saya yang berjudul “Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal” (2007) terbit. Dan akhirnya saya juga bersyukur, karena buku yang lainnya tentang gerakan rakyat di Amerika Latin lainnya, kali ini tentang Gerakan Sandinista, dapat diterbitkan. Semangat untuk mengumpulkan dan menstrukturkan informasi-informasi dan data-data (tentu saja diramu dalam gagasan) menjadi sebuah buku nampaknya akan menjadi kegiatan yang menarik sebagai aktifitas dalam hidup saya—biarlah saya dicap sebagai “sok intelektualis”, “Marxis legal”, atau apapun oleh sebagian orang: saya tetap akan berupaya berperan sebaik mungkin.
Dalam proyek ini, mungkin saya akan menghibur diri dengan menjuluki posisi dan peran saya sebagai seorang “dokumentor”. Masalahnya, tujuan utama saya, sebagaimana saya tegaskan di buku pertama saya, adalah mendokumentasikan tentang apa yang terjadi: bahwa kapitalisme dapat dikalahkan dan digantikan dengan tatanan yang lebih adil; Ada langkah-langkah, strategi-taktik, dan program—tentunya landasan ideologis, watak, dan tindakan—yang bisa dijadikan contoh oleh politisi, intelektual, aktifis, dan siapapun mereka yang menyukai perubahan.
Hakekat kegiatan dokumentasi juga dikaitkan dengan fakta bahwa saya menyebutkan sumber-sumber informasi yang ada, mungkin kesannya seperti format skripsi—tapi maksud saya adalah bahwa pembaca bisa mengerti siapa dan apakah penggali informasi tersebut, agar ilmiah, objektif, dan jujur. Dan saya memang keranjingan pada karya ilmiah, bukan sekedar propaganda atau provokasi atau fitnah!!!
Intinya, buku yang berjudul “Akhir dari ‘Akhir Sejarah’: Sandinista Mengalahkan Amerika” ini adalah dokumentasi proses gerakan sebuah organisasi politik yang dalam sejarahnya sangat berperan dalam memimpin perjuangan rakyat. Peran Sandinista di negara Nikaragua mengiringi sejarah yang panjang bersama dinamika rakyat berhadapan dengan imperialisme Amerika Serikat dan kapitalisme global. Kemenangan kembali Sandinista di tahun 2006, pada saat gelombang gerakan Kiri semarak, akan menambah warna politik yang cukup berpengaruh. Kemenangannya tentu saja tak lepas dari suasana berlawan yang semakin kental di kawasan ini. Tak salah jika di bagian aal buku ini saya mengambarkan daya sokong perlawanan di kawasan, di negara-negara tetangga Nikaragua. Bangkitnya politik Kiri adalah ancaman bagi kelangsungan kekuasaan liberal rejim-rejim yang ada, yang bisa jadi menunggu waktu dalam hal kerontokannya/kekalahannya melawan organisasi-organisasi Kiri yang semakin populer.
Tanpa berpanjang kata, saya ingin sekali buku ini menjadi literatur dalam kajian inernasional/kawasan dan kepolitikan global, terutama bagi mereka yang tertarik dengan gerakan anti-globalisasi. Tetapi saya mengakui bahwa buku ini bukanlah sumber yang lengkap dan sempurna, dan justru karena itulah saya ingin menyampaikan permintaan maaf apabila masih ada keterbatasan dari proyek ini.
Dan bagaimanapun, saya ingin mengucapkan terimakasih pada beberapa pihak yang telah memberikan banyak bantuan dan sokongan. Pihak penerbit (Arruzzwacana), khususnya mas Masrur, adalah tokoh kunci bagi penerbitan buku ini. Kemudian ada yang tak terlupakan, ucapan terimakasih juga saya haturkan pada Mbak Tie, Ibu Siti Fatonah dan keluarga (Nabila, Etika, Deni, Amin Tohari, Mariam, Masroji, dll)—kalianlah yang banyak memberikan doa dan dukungan atas semua kegitanku; Juga “keluarga d Jember” (Ibunda Denok dan Bapak Milko dan Adik Adin)—mereka semua secara langsung atau tidak terlibat dalam proses menyelesaikan naskah ini.
Ucapan terimakasih juga saya sampaikan pada Pak Goerge Junus Aditjondro yang sudi memberikan masukan sekaligus memberi kata pengantar buku ini—sebagai tokoh intelektual kritis dan petualang (baca: sosiolog) yang juga pernah berkunjung ke wilayah Andez, kata sambutan dan apresiasi beliau merupakan kehormatan besar bagi saya. Selain itu pada Gus Solah (Sallahudin Wahid), beliau juga ikut memberikan inspirasi dengan opini-opininya tentang Hugo Chavez, Morales, Daniel Ortega (dan jalan alternatifnya) di Kompas (dan media-media lainnya), saya haturkan terimakasih.
Kawan-kawan di Jaringan Kaum Muda untuk Kemandirian Nasional (JAMAN), tempat penulis beraktifitas, seperti Iwan Dwi Laksono, Gigih Guntoro, Dedi, Kaka) dan Mas Yudi Haryono, Mas Andi Subiyakto sebagai penyokong gerakan kaum muda kritis-progresif, dapat dikatakan sebagai pendorong utama semangat penulis untuk tetap berproduksi dan berkreasi agar wacana kemandirian dan perubahan dapat meluas hingga perubahan datang menjelang.
Juga kawan-kawan di organisasi kerakyatan yang tidak saya sebutkan satu persatu, kalian adalah pendorong sejati perubahan rakyat. Ada nama-nama lain seperti Budiman Sujatmiko, Dhofir dan Bang Marlin (OPSI), Bang Jusuf Lakaseng; kawan-kawan di Jawa Timur (Fajar, Bram, Nanang, Rudi, Langgeng, dll)—semuanya juga terlibat baik secara mental maupun moral dalam gawe ini.
Selain itu, ucapan terimakasih juga ingin saya haturkan pada beberapa kawan di Yayasan Komunitas Teman Katakata (KOTEKA) yang sekaligus penulis-penulis muda berbakat (Eri Irawan, Maya Siandhira, Deny Ardyansah, Agustinus Suprapto, Timo Teweng, Beta Candra Wisdata, Berti); sepasang intelektual muda Lukman Hakim dan Mbak Indah di The Academos Society (TAS) Pasca-sarjana UNEJ; Edy Firmansyah dan Pram Kecil di Sanggar Bermain Kata (Madura); Mbak Ajeng YAPPIKA Jakarta yang membantu proses pengeprinan naskah; Mas Abubakar Ebi Hara, Phd, Mr. Sugiyanto, Msi. (HI FISIP UNEJ) serta Mas Imam Nursubono Hubungan Internasional FISIP UI (atas sokongan literaturnya) dan akademisi yang berpikiran ilmiah dan maju lainnya di almamater penulis.
Kepada kawan-kawan di organisasi-organisasi mahasiswa dan kaum muda (HIKMAHBUDHI, LMND, PMII, HMI, GMNI, GMKI, IMM, IPNU, KAMMI, FMN, SMI, GMPI, JMD, GMNK, GEMA PEMBEBASAN, dll), saya ucapkan terimakasih karena gawe ini juga diinspirasikan oleh semangat mereka untuk mewujudkan tatanan yang adil makmur di negeri tercinta ini. Tabik! Dan selamat membaca!
Jakarta-Jember,Oktober 2007
________________________
[1] Hal ini sekaligus membuktikan bahwa semakin matang tenaga produktif kapitalis, teknologi kian maju, kapitalisme semakin terancam. (Upaya memajukan tenaga produksi tentu saja tak akan dilakukan oleh kapitalis kalau tidak menguntungkan. Internet adalah produk lama, teknologi perang yang telah digunakan sejak lama, bukan hal baru. Tetapi waktu itu tidak dimassalkan karena masih ada roduk lain yang dapat digunakan untuk mencari keuntungan, belum mengalami titik jenuh. Sekarang internet diluncurkan, di massalkan, awalnya dengan harga mahal, tetapi semakin murah... dan gerakan anti-AS dan anti-kapitalisme justru memanfaatkan teknologi ini).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar