di Era Globalisasi
Oleh:
Ibu Magdalena Sitorus,
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia;
Ketua Rekan Anak dan Perempuan
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Kepres No. 36 pada tahun 1990 dimana sebagai konsekuensinya sebagai Negara peserta (State Party) secara yuridis dan politis mengikuti seluruh ketentuan yang ada di dalam konvensi tersebut. Salah satu konsekuensinya mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan secara regular kepada PBB tentang sejauh mana pelaksanaan Konvensi tersebut sebagai perwujudan bagaimana pemenuhan Hak Anak di Indonesia.
Tentunya Konvensi dilahirkan karena adanya permasalahan besar yang dihadapi oleh Anak secara universal yaitu banyaknya hal atau situasi yang menggambarkan ketidak adilan yang serius yang di derita oleh anak-anak seperti tingginya tingkat kematian anak, perawatan kesehatan yang buruk, terbatasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Belum lagi hal-hal seperti kasus-kasus anak yang mengalami penyiksaan, eksploitasi seksual, melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya bagi keselamatan anak,anak dalam penjara, pengungsian ataupun yang terlibat dalam konflik bersenjata dan lain-lain.
Anak adalah cikal bakal menjadi orang dewasa yang satu saat kelak dalam bahasa kerennya “pemilik dan pengelola masa depan”. Untuk menjadi pemilik dan pengelola masa depan tentunya mereka harus dipersiapkan dengan baik oleh orang-orang dewasa di sekitarnya yang menjadi penanggung jawab penyelenggara perlindungan Anak yaitu mulai dari komponen masyarakat terkecil yaitu orangtua, keluarga, masyarakat, Negara dan pemerintah (Lihat UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).
Hak Anak yang melekat pada diri mereka harus dipenuhi mulai dari Hak Kebebasan Sipil, Kesehatan, Pendidikan, Pengasuhan dan Perawatan Alternatif/Lingkungan yang ketika diberikan harus berazaskan 4 (empat) Prinsip Dasar Hak Anak yaitu Non diskriminatif, Kepentingan Terbaik Bagi Anak (The best interest of the Child), Hak untuk hidup, kelangsungan hidup pengembangan diri dan Hak untuk mengemukakan pendapat (Child Participation). Hak-Hak yang melekat pada diri anak tentunya berkaitan satu sama lain. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia dan memberikan kemampuan untuk menghadapi perubahan-perubahan yang secara alamiah sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Pendidikan tanpa ditunjang pemenuhan Kesehatan yang baik, Pengasuhan dan lingkungan yang baik, dan Kebebasan Sipil seperti memperoleh identitas, berserikat, memperoleh informasi sesuai dengan kematangannya usianya adalah tidak berarti. Pemenuhan Hak Anak tersebut diberikan dengan secara nondiskriminasi tanpa memandang jenis kelamin, latar belakang suku, ras, agama, latar belakang sosialnya. Bagaimana kita dapat mengetahui apakah dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak tanpa memberikan peluang untuk berdialog dengan anak dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengemukakan pendapatnya tentang hal tersebut. Tentunya dengan melakukan hal tersebut kita akan menjamin tumbuh kembang anak baik secara fisik maupun mentalnya.
***
Penulis muda ini mempunyai kegelisahan yang tentunya juga menjadi kegelisahan masyarakat kebanyakan tentang apa yang terjadi dengan Pendidikan yang dalam waktu yang bersamaan diperhadapkan dengan masalah Modernisasi yang erat kaitannya dengan Globalisasi. Banyak permasalahan dan kondisi realitas yang diungkapkan oleh penulis yang tentunya harus menjadi sentakan bagi kita orang dewasa apa yang ingin kita buat untuk negeri tercinta ini secara khusus berkaitan dengan Pendidikan yang sudah menjadi barang lux di negeri ini.
Ketentuan yang ada semisal di dalam Konstitusi kita yaitu UUD 45, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU tentang Pendidikan Nasional yang menjamin setiap anak Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan.
Pendidikan merupakan satu proses pengharapan melahirkan peningkatan kualitas manusia. Hal ini akan menjadi lebih dapat dipertanggungjawabkan ketika pendidikan dimulai pada masa kanak-kanak dan bahkan masa balita dinyatakan sebagai “golden age” karena ini lah masa pembentukan yang baik dan bila berjalan dengan baik kelak akan menghasilkan manusia yang berkualitas. Sekarang bagaimana orang dewasa dalam kehidupan si anak dengan peran-peran yang berbeda melakukan upaya perlindungan anak dengan memberikan yang maksimal pemenuhan hak-hak mereka termasuk hak untuk memperoleh pendidikan.
Pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak yang tidak terbatas pada tanggung jawab pendidikan formal yang tentunya mempunyai kurikulum yang tersistim.
Berbicara tentang anak adalah berbicara tentang orang dewasa, apapun peran mereka di dalam masyarakat. Orang dewasa yang ada saat ini adalah anak pada masa lalu yang diperlakukan oleh orang dewasa terhadap mereka.
Demikian seterusnya menjadi satu siklus kehidupan. Hal ini sangat tergantung pada perolehan pendidikan sebagai proses pembelajaran dari pengalaman yang diperoleh anak dalam masa usia anak. Selain itu apakah ia menjadi subyek atau obyek dari lingkungannya.
Perubahan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari di dalam kehidupan demikian juga halnya bila dikaitkan dengan perubahan social. Terdapat aksi dan reaksi karena setiap perubahan akan diimbangi oleh perubahan lain. Perubahan dapat terjadi dimana dorongan utama perubahan bisa berasal dari luar masarakat itu sendiri. Memang bisa juga terjadi sumber perubahan berasal dari dalam yang dimana hal ini mungkin terjadi melalui peranan pemimpin kharismatis dimana makna kehidupan individu dan sifat masyarakat diberi definisi baru. Misalnya: masyarakat harus menjadi bagian penyelenggara perlindungan anak dimana baik individu maupun kelompok-kelompok masyarakat harus menjalankan pemenuhan hak anak mulai dari hak sipil, sampai pada kesehatan, pengasuhan dan pendidikannya dengan memperhatikan 4 prinsip hak anak tersebut dimana pemimpin kharismatis itu bisa berada dalam elemen-elemen masyarakat sampai kepada pemimpin Negara.
Yang diharapkan bagaimana orang dewasa saat ini sudah harus berubah melihat sosok anak sehingga apapun peran orang dewasa di dalam masyarakat, bagaimana anak menjadi pusat pertimbangan utama dalam memutuskan sesuatu dalam segala hal. Siklus dalam bentuk kekerasan, diskriminasi yang terjadi harus diputus sehingga tidak terjadi kekerasan dalam bentuk tidak terpenuhinya pendidikan bagi seluruh anak Indonesia karena hak anak adalah menjadi hal yang melekat pada diri mereka. Bagaimana orang dewasa di sekitar mempersiapkan anak-anak kita dapat menghadapi modernisasi dan globalisasi secara sadar dan sehat karena toh sesuatu yang tidak dapat dihindari. Sekarang bagaimana melindungi anak-anak kita dengan metoda dan strategi yang aman dalam artian menjamin tumbuh kembang baik secara fisik maupun mentalnya bagi mereka. Bagi pemegang kebijakan tentunya dibutuhkan tidak saja good will tetapi juga political will. Sesuatu yang harus di yakini apabila segala sesuatu keputusan dari penyelenggara perlindungan anak baik sebagai individu, orangtua, keluarga bahkan sampai pemerintah dan negera bila dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak termasuk dalam hal ini pendidikann pasti akan menjadi non diskriminatif, melindungi hak tumbuh kembang dan memberi ruang bagi partisipasi anak. Yakin se yakinnya bila hal itu dilakukan akan tercipta kelak orang-orang dewasa yang perduli anak dan secara otomatis hak azasi manusia secara keseluruhan akan terpenuhi karena tercipta manusia yang berkualitas sebagai tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Pendidikan diharapkan agar bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan yang dapat mencerahkan. Pembentukan seseorang tidak dapat mengelakkan satu proses pembelajaran yang mulai dari usia anak. Hal-hal yang diperoleh dari masa kanak-kanak baik melalui pendidikan formal, non-formal maupun informal akan mempengaruhi kepribadian anak.
Jika kita lihat secara global, perubahan yang melanda masyarakat dunia ini termasuk pendidikan adalah akibat dari adanya berbagai kendala yang sifatnya memang harus dihadapi secara multi sistim. Dengan adanya hal-hal inilah maka timbul berbagai kehendak baru, sehingga siapa yang kreatif, pandai, mampu dan mau mengubah pla-pola lama menjadi pola yang modern akan lebih cepat maju kedepan. Di lain pihakbagaimana pendidikan yang non diskriminatif dengan pertimbangan-pertimbangan kebutuhan anak yang berbeda tetapi dapat merespons perkembangan jaman tanpa terjebak dan terbelenggu pada hal-hal yang tidakmenjamin masa depan anak bangsa.
Penulis mengungkapkan adanya suatu realitas bagaimana dengan adanya globalisasi dan modernisasi yang melanda dunia mempunyai dampak terhadap pendidikan di Indonesia. Kritikan-kritikan terhadap situasi yang ada dimana perubahan social adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari tetapi bagaimana kita mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak Indonesia terutama yang berkaitan dengan latar belakang social ekonomi.
Pemikiran-pemikiran penulis sebagai bahagian dari generasi muda yang dituangkan dalam sumbangan pemikiran dalam tulisan ini diharapkan mempunyai kontribusi terhadap seluruh penyelenggara perlindungan anak lagi-lagi mulai dari orangtua, keluarga, komponen masyarakat, pemerintah dan negara agar peka terhadap yang terjadi dengan pendidikan anak Indonesia dimana pengaruh arus globalisasi yang sangat kuat yang kalau tidak diantisipasi dan dipersiapkan untuk menghadapinya akan mempunyai dampak yang sangat tidak menguntungkan. Selanjutnya bagaimana sumbangan pemikiran dalam tulisan ini dapat merubah pola pikir kita dalam mempersiapkan pendidikan bagi anak-anak kita menyongsong masa depan karena mereka kelak yang menjadi pemilik dan pengelola masa depansehingga tidak larut dan terbawa arus sistim yang sudah ada. Semoga!!!
Jakarta, 24 November 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar